Musim kemarau yang lebih lembap dibandingkan tahun-tahun sebelumnya memberikan peluang bagi sektor pertanian untuk meningkatkan produktivitas. Salah satu langkah strategis yang dapat dilakukan adalah memperluas area persawahan guna memanfaatkan kondisi curah hujan yang masih cukup tersedia. Dengan demikian, hasil panen dapat meningkat dan ketahanan pangan lebih terjamin.
Namun, dari sisi kebencanaan, kondisi ini juga menuntut peningkatan kesiapsiagaan terhadap ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di daerah yang rentan mengalami kemarau dengan curah hujan normal hingga di bawah rata-rata. Langkah mitigasi seperti patroli rutin, pembuatan sekat bakar, serta penyuluhan kepada masyarakat menjadi krusial dalam upaya pencegahan bencana ini.
Di sektor lingkungan, perhatian ekstra perlu diberikan terhadap kualitas udara di kawasan perkotaan dan daerah yang rawan mengalami kebakaran lahan. Akumulasi polutan serta kombinasi suhu udara yang panas dan kelembapan tinggi dapat menyebabkan gangguan kenyamanan hingga potensi gangguan kesehatan bagi masyarakat.
Sementara itu, sektor energi juga menghadapi tantangan tersendiri. Pengelolaan sumber daya air yang efisien menjadi faktor penting dalam menjaga operasional Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), sistem irigasi, dan ketersediaan air baku. Wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau dengan curah hujan di bawah normal perlu menerapkan strategi hemat air agar pasokan tetap stabil.
Di sektor sumber daya air, optimalisasi pemanfaatan sumber air alternatif serta distribusi yang tepat sasaran menjadi prioritas utama. Langkah-langkah ini bertujuan untuk memastikan masyarakat tetap memiliki akses air bersih sepanjang musim kemarau tanpa mengalami krisis air.
“BMKG menghimbau agar informasi dalam Prediksi Musim Kemarau 2025 ini dapat dijadikan dasar dalam mendukung program asta cita melalui optimalisasi kondisi iklim sesuai dengan sumber daya di wilayah masing-masing,” pungkasnya.
