Bencana Air Bah di Sirampog, Alih Fungsi Lahan Diduga Jadi Pemicu Utama

Rohmat

Hujan deras yang mengguyur wilayah Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, sejak Jumat (28/2/2025) siang, mengakibatkan genangan air meluas di beberapa titik Desa Dawuhan dan Igirklanceng.

Derasnya aliran air yang menerjang permukiman penduduk diduga berkaitan erat dengan perubahan drastis fungsi hutan pinus menjadi area pertanian sayur-mayur, khususnya kentang, di kawasan perbukitan sekitar.

Kondisi paling parah terjadi di Desa Dawuhan, tepatnya di Dukuh Cilik, Dukuh Igirgowok, serta sepanjang aliran Kali Jaya yang menjadi batas alami antara Dawuhan dan Igirklanceng.

Sementara itu, di Desa Igirklanceng, air bah setinggi lutut orang dewasa turut merendam area sekitar SMP Negeri 3 Sirampog Satu Atap, menghambat aktivitas masyarakat setempat.

Menurut pengakuan warga, banjir serupa memang kerap terjadi setiap musim penghujan, namun dalam beberapa tahun terakhir, intensitas dan dampaknya semakin mengkhawatirkan. Penyebab utama diduga kuat akibat pengurangan vegetasi hutan di kawasan perbukitan.

Dari hasil pengamatan di lapangan, lereng yang dulunya dipenuhi pepohonan pinus kini berubah menjadi ladang pertanian. Tanaman seperti kentang yang memiliki akar dangkal tidak mampu menahan curah hujan dalam jumlah besar, menyebabkan air langsung mengalir deras ke permukiman warga di dataran rendah.

“Dulu sebelum bukit dijadikan kebun kentang, banjir tidak separah ini. Sekarang, hujan dua jam saja langsung meluap,” keluh Aris (45), warga Dawuhan.

Situasi kritis terjadi ketika aliran deras membanjiri jalan utama Desa Igirklanceng. Sebuah rekaman video yang beredar di media sosial menunjukkan dua pengendara sepeda motor hampir terseret derasnya arus banjir.

Dalam video tersebut, terlihat mereka berusaha meminta pertolongan sementara air terus mengikis badan jalan. Beruntung, berkat bantuan warga sekitar, keduanya berhasil diselamatkan.

Penjabat Kepala Desa Dawuhan, Iwan Budi Siswanto, mengungkapkan bahwa perubahan fungsi lahan menjadi tantangan serius yang hingga kini belum menemukan solusi konkret.

“Perlu ada langkah tegas untuk mengembalikan fungsi resapan air. Jika tidak, ancaman banjir akan terus berulang,” tegasnya.

Sejauh ini, belum ada laporan mengenai kerusakan signifikan pada infrastruktur akibat bencana banjir kali ini.

“Kami bersama perangkat desa telah melakukan asesmen, sementara ini belum ada laporan kerusakan pada infrastruktur,” ujarnya.

Masyarakat berharap adanya solusi jangka panjang, seperti program penghijauan kembali dan sistem drainase yang lebih baik, guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

Also Read

Tags

Leave a Comment