Lapangan Banteng

Terletak di Jakarta Pusat, Lapangan Banteng punya segudang Sejarah.Kini menjadi fasilitas publik untuk berekreasi dan salah satu tempat favorit wisata santai warga Jakarta.
Lapangan Banteng


SPEAK.co.id – Saat mendengar kata Lapangan Banteng, pernahkah terlintas dalam fikiran Anda, kenapa bukan Patung Banteng yang ada di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat? Yang berdiri tegak malah Patung Bertubuh kekar.

Hal ini terjadi karena, dari masa ke masa, kawasan Lapangan Banteng menjadi rumah bagi monumen-monumen lainnya. Terjadi sejak masa penjajahan Belanda hingga Jepang.

Monumen Pembebasan Irian Barat, diresmikan sejak 17 Agustus 1963 oleh Presiden SoekarnoMonumen Pembebasan Irian Barat, diresmikan sejak 17 Agustus 1963 oleh Presiden Soekarno

Pada masa lalu, wilayah ini menjadi wilayah andalan untuk berbagai macam hal, terutama untuk melakukan kegiatan berburu.

Menurut A. Heuken dalam buku Medan Merdeka-Jantung Ibukota RI, tepatnya tahun 1644, wilayah sekitar Lapangan Banteng merupakan sarang harimau dan banteng.

Tak hanya itu, bahkan pula ada binatang badak dan buaya di rawa-rawa.

Orang-orang masih suka memburu binatang-binatang tersebut selama 200 tahun. Kala itu, wilayahnya masih menjadi hutan belantara.

Saat itu, wilayah tersebut tidak aman untuk orang Belanda dan China yang berada di dalam tembok Batavia.

Baru pada tahun 1830, ketika wilayah sekitar Lapangan Banteng sudah mulai dijadikan lahan berguna, polisi melakukan pelarangan terhadap para pemburu untuk melakukan latihan tembak.

Penggunaan lapangan ini awalnya sebagai tempat membuat batu bata. Lantaran seperti itu, banyak kubang besar yang penuh dengan air.

Para binatang kerbau menyukai kubangan-kubangan tersebut.

Atas dasar itu, Namanya disebut sebagai Lapangan Banteng atau Buffelsveld dalam Bahasa Belanda.

Di wilayah ini, salah satu Gubernur Jenderal, Maetsuyker, suka memburu celeng, kijang, dan banteng sebagai latihan tembak.

Ketika masa kepemimpinan Daendels, Lapangan Banteng diberi nama Champ de Mars pada tahun 1809.

Menurut catatan dari berbagai sumber, Lapangan Banteng sudah berganti nama hingga beberapa kali. Pada era kolonial Belanda, lapangan ini bernama "Waterlooplein". Namun, pada masa itu, lapangan ini lebih dikenal dengan sebutan Lapangan Singa. Nama itu dipilih karena dahulu di tengahnya terpancang tugu peringatan kemenangan pertempuran Waterloo, dengan patung singa di atasnya.

Menurut Peneliti Cagar Budaya DKI Jakarta Candrian Attahiyat bangunan itu dibangun untuk merayakan kekalahan Prancis yang tidak lagi berkuasa di Indonesia. "Waterlooplein artinya adalah lapangan warterloop. Nama ini memang berbau atau bercerita tentang perang Perancis, tapi intinya itu mengejek Perancis karena kalah pada tahun 1815," kata Candrian.

"Jadi itu dibuat untuk mengenang kekalahan Perancis. Yang membuat adalah penguasa berikutnya Belanda," kata Candrian. Selain patung singa, terdapat juga patung seorang pendiri kota Batavia yang dibangun pada tahun 1876. Patung tersebut dibuat oleh kolonial Belanda untuk mengenang 257 tahun Jayakarta yang ditaklukan oleh pendiri kota Batavia tersebut.

Namun pada tahun 1942, seluruh patung bernuansa kolonialisme dihancurkan, tepatnya saat Jepang menduduki Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Hal itu dilakukan semata untuk memperkuat propaganda Jepang kepada rakyat Indonesia pada saat itu.

Jepang mempropaganda sebagai 3A yakni pelindung asia, cahaya asia dan pemimpin asia. Setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, patung dan nama lapangan tersebut kian berubah menjadi Lapangan Banteng hingga saat ini.

Sosok Patung Bertubuh Kekar

Berikut ini Kisah di Balik Patung Lapangan Banteng yang Mungkin Anda Lupakan. Patung itu dinamai Monumen Pembebebasan Irian Barat.

Patung yang berdiri sejak 17 Agustus 1963 itu menjadi ikon lapangan tersebut. Mimiknya berteriak, kedua tangannya direntangkan, telapak tangannya dibuka lebar-lebar. Di pergelangan kaki dan tangannya, terpasang sebuah borgol yang sudah terlepas. Rantainya dibiarkan menjuntai ke mana-mana.

Suasana Lapangan Banteng dahulu kala, saat pemerintahan BelandaSuasana Lapangan Banteng dahulu kala, saat pemerintahan Belanda

Keberadaan monumen di tengah Lapangan Banteng tersebut dibangun untuk mengenang para pejuang Tri Komando Rakyat (Trikora). Adapun Trikora merupakan nama operasi yang dikumandangkan Presiden Soekarno di Yogyakarta, untuk membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda. Maestro kemegahan patung itu adalah Edhi Sunarso yang membuatnya dalam kurun waktu 12 bulan. Patung yang memiliki bobot delapan ton itu terbuat dari perunggu. Semula patung itu divisualiasi dalam bentuk sketsa oleh Henk Ngantung.


Suasana Lapangan Banteng saat ini, dijadikan fasilitas rekreasi dan olahraga warga Jakarta (November 2023)Suasana Lapangan Banteng saat ini, dijadikan fasilitas rekreasi dan olahraga warga Jakarta (November 2023)


Lapangan Banteng kerap dijadikan venue untuk Acara PameranLapangan Banteng kerap dijadikan venue untuk Acara Pameran

Figur dari patung tersebut adalah seorang lelaki bertelanjang dada berdiri agak condong ke belakang, kedua kaki merentang, dan tangan terentang ke atas memutuskan rantai. Mulutnya terbuka lebar seolah-olah meneriakkan kata merdeka. Monumen ini merupakan simbolisasi rakyat Irian Barat yang melepaskan diri dari belenggu kolonial Belanda.

Saat ini, Lapangan banteng menjadi bagian dari sejarah Indonesia yang menyediakan fasilitas rekreasi dan simbol sejarah.

***



Follow Google News SPEAK.co.id, dapatkan update berita terbaru!


HOMEDEC - 3-6 OKT 2024