Lestarikan Budaya Caping Kalo, Nojorono Kudus Persembahkan Tari Cahya Nojorono

Lestarikan Budaya Caping Kalo, Nojorono Kudus Persembahkan Tari Cahya Nojorono

Nojorono Kudus dalam upaya melestarikan Caping Kalo dalam bentuk tarian sebagai identitas budaya khas Kudus, berlanjut dengan kehadiran perhelatan Kontemplasi Mahakarya Caping Kalo yang diadakan pada tanggal 26 - 27 April 2024 lalu


Speak.co.id -- Budaya Nusantara merupakan warisan leluhur yang tak ternilai harganya. Dikenal sebagai sentra industri rokok kretek, Kudus memiliki salah satu warisan berharga yang perlu terus dilestarikan yakni Caping Kalo.

Seiring dengan perkembangan zaman, peran Caping Kalo kian menyempit, kini kehadirannya hanya pada momen-momen tertentu saja dan menjadi aksesoris pelengkap yang disematkan pada baju adat wanita Kudus.

Kebutuhan penggunaan Caping Kalo yang semakin ditinggalkan, membuatnya terancam punah. Tercatat pengrajin Caping Kalo, hanya tersisa dua orang yang masih menekuni pembuatannya hingga saat ini. Nojorono Kudus berupaya mengembalikan popularitasnya melalui tarian, serta turut andil dalam pelestarian Caping Kalo.

Konsistensi Nojorono Kudus dalam upaya melestarikan Caping Kalo sebagai identitas budaya khas Kudus, berlanjut dengan kehadiran perhelatan Kontemplasi Mahakarya Caping Kalo yang diadakan pada tanggal 26 - 27 April 2024 lalu.

Perhelatan yang diadakan langsung di Pendopo Kabupaten Kudus, turut menggandeng maestro bertalenta tanah air seperti Didik Nini Thowok, JB. Iwan Sulistyo, Ari Sutedja, serta mengajak Christophoros Stamboglis sebagai salah satu maestro asal Yunani untuk tampil dalam rangkaian perhelatan yang diadakan selama dua hari tersebut.

Ary Sutedja, sang maestro musik klasik mengungkapkan rasa terima kasihnya atas itikad Nojorono Kudus dalam upaya keberlangsungan pelestarian budaya yang dituangkan melalui perhelatan Kontemplasi Mahakarya Caping Kalo.

“Terima kasih Nojorono atas upaya dan ikhtiarnya untuk melangsungkan kegiatan yang bisa memperkenalkan kembali budaya Kota Kudus pada masyarakatnya. Kami berharap generasi muda bisa terus berinovasi menjadi insan yang terus belajar, tumbuh, dan berkembang dan terus berkontribusi kepada bangsa melalui pelestarian kebudayaan,” ujarnya dalam keterangan pers yang diterima redaksi Jum’at, (03/05/2024).

Pagelaran Tari Cahya NojoronoPagelaran Tari Cahya Nojorono dikemas apik memadukan nilai budaya Kudus dengan warisan nilai Nojorono Kudus Bersatu, Berdoa, Berkarya dan Cipta, Karsa, Rasa, Cahya yang merupakan pengejawantahan arti kata Nojorono sendiri

Pagelaran Tari Cahya Nojorono dikemas apik memadukan nilai budaya Kudus dengan warisan nilai Nojorono Kudus Bersatu, Berdoa, Berkarya dan Cipta, Karsa, Rasa, Cahya yang merupakan pengejawantahan arti kata Nojorono sendiri.

Tari Cahya Nojorono ditampilkan secara apik, disempurnakan dengan kehadiran Caping Kalo yang tak hanya sekadar mempercantik tarian, namun mempertegas identitas warisan budaya khas Kudus.

Dikemas menjadi tiga segmen, menjadikan Tari Cahya Nojorono sebagai tarian yang sarat akan makna filosofis didalamnya. Di segmen pertama, gerakan tari dari petani tembakau dengan atribut Caping Kalo yang sedang mengawali persiapan panen dengan berdoa.

Dilanjut dengan gerakan melingkar menyatu, mewakili gambaran para petani bersatu untuk memilih daun tembakau terbaik. Turut dilengkapi atribut daun berwarna hijau, selain melambangkan pilihan daun yang akan dituai, juga mewakili makna kejelian para petani dalam memanen daun terbaik.

Kedua, gerak gemulai mengayunkan daun-daun, menunjukkan proses dinamika tantangan musim kesiapan daun tembakau sebagai bahan baku utama hingga siap olah, yang diakhiri dengan kemunculan penari yang memerankan tokoh Krisna muda.

Kemunculan Krisna muda yang tampil menggunakan topeng, merepresentasikan makna penyangkalan jati diri dan ego individu untuk menyelaraskan diri dengan nilai-nilai warisan Nojorono Kudus.

Memasuki segmen ketiga, melanjutkan representasi makna Bersatu dan Berdoa, Krisna muda mengusung sebuah bola yang menjadi perwakilan makna hasil kerja, yakni Berkarya yang memberikan cahaya.

Penari yang terlibat dalam koreografi Tari Cahya Nojorono merupakan karyawan Nojorono Kudus yang digembleng langsung oleh sang maestro tari Didik Ninik Thowok. Bentuk formasi yang terdiri dari 3 dan 2 penari yang menandakan tahun berdirinya Nojorono Kudus di tahun 1932, dan diakhiri dengan formasi penari akhir, yang terdiri dari 14 dan 10 penari yang mewakili tanggal dan bulan dikukuhkannya Nojorono Kudus, yakni 14 Oktober.

“Mayoritas penari terbilang pemula, audisi digelar dan dinilai langsung kelayakannya oleh maestro tari yang namanya sudah tidak asing. Tuntutan bergerak gemulai dan indah dalam koreografi yang penuh makna filosofis Nojorono Kudus, menjadi tantangan besar bagi setiap penari. Kami dilatih keras oleh Mas Didik, mengulang setiap gerakan puluhan bahkan ratusan kali, tentunya latihan ini memberikan pengalaman berharga yang tak akan terlupakan bagi setiap kami,” ucap Robertus Ipong Sumantri, salah satu penari.

Arief Goenadibrata, selaku Direktur PT Nojorono Tobacco International memaparkan, “Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan budaya. Hal ini merupakan tanggung jawab kita bersama untuk terus menjaga kelestariannya. Nojorono Kudus berkomitmen untuk memberdayakan siapapun yang ingin mempelajari warisan sejarah khas Kudus yaitu Caping Kalo. Kami berharap Tari Cahya Nojorono ini dapat dinikmati menjadi suatu mahakarya indah dan dapat ditampilkan sebagai sumbangsih peran Nojorono dalam pelestarian budaya Indonesia.”

Dibalik intensifnya latihan dan penyelarasan antar penari terpilih sepanjang empat bulan lamanya, Tari Cahya Nojorono diharapkan dapat menginspirasi seluruh lapisan masyarakat semua usia, dan mendorong semangat setiap individu tergerak melestarikan warisan budaya.

Sesuai dengan filosofinya yang didasari oleh pengejawantahan Cipta, Karsa, Rasa, dan Cahya, Tari Cahya Nojorono menceritakan tentang sebuah perjalanan kehidupan manusia yang diciptakan untuk terus berkarya sepenuh hati, dan menghembuskan rasa dalam setiap karya yang dihasilkan, serta senantiasa menjadi cahaya yang hangatnya dirasakan banyak insan.

Kontempelasi Antar Pekerja Seni

Perhelatan Kontempelasi Mahakarya “Caping Kalo” turut dimeriahkan oleh pameran lukisan dan gelaran workshop bersama pelukis JB. Iwan Sulistyo yang mengundang 25 peserta melukis, dua peserta terpilih diberi kesempatan melukiskan karyanya di atas caping kalo sebagai media lukisnya.

Selanjutnya, rangkaian kegiatan dalam perhelatan tersebut menampilkan pertunjukan dari pianis Ary Sutedja bersama penyanyi seriosa Christophoros Stamboglis.

Sebagai pencetus koreografi Tari Cahya Nojorono, pertunjukan Tari Dwimuka Jepindo, disuguhkan langsung oleh sang maestro yakni Didik Nini Thowok. Puncak acara, sebagai sajian utama dari rangkaian perhelatan Kontemplasi Mahakarya “Caping Kalo”, Tari Cahya Nojorono secara perdana diperkenalkan dan disaksikan langsung oleh seluruh masyarakat Kudus.

“Tari Cahya Nojorono merupakan karya tari yang memadukan nilai budaya Kudus dan juga nilai budaya Nojorono Kudus yakni Cipta, Rasa, Karya, Cahaya dan prinsip bekerja Bersatu, Berdoa, Berkarya. Melalui koreografi tarian ini, kami berharap untuk memberikan pemahaman tentang filosofi serta nilai dari budaya itu sendiri. Dengan begitu, generasi muda juga akan terpapar dan ikut berpartisipasi dalam pelestarian ini.” tutup Arief

***



Follow Google News SPEAK.co.id, dapatkan update berita terbaru!


Read more:

Semarak Pesta Seni Budaya dan Tari Kolosal Di Ajang Solo Menari 2024

Ajang Solo Menari 2024 Bakal Di Gelar, Yuuuk Ramaikan

Festival Lom Plai 2024 Pesta Adat Budaya Suku Dayak Dongkrak Wisata Kaltim

HOMEDEC - 3-6 OKT 2024