Waspadai Kerawanan Yang Mungkin Bisa Terjadi Di Pemilu 2024

Menjelang Pemilu 2024, potensi terjadinya konflik dan polarisasi masyarakat semakin tinggi. Terlebih karena seluruh pelaksanaan pemilu dilakukan secara serentak.
Waspadai Kerawanan Yang Mungkin Bisa Terjadi Di Pemilu 2024

Acara Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024: Isu Strategis Kampanye di Media Sosial yang berlangsung di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/10/2023).


Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus melakukan berbagai kesiapan baik logistik, data pemilih hingga penetapan calon yang akan berlaga. KPU juga melakukan antisipasi terkait adanya potensi gangguan.

Hal ini disampaikan Anggota KPU Mochammad Afifuddin saat hadir sebagai narasumber Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Intelkam Polri TA 2023, “Intelijen Keamanan Polri yang Prediktif Siap Mendukung Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 yang Aman dan Damai Menuju Indonesia Maju”, di Jakarta, Kamis (2/11/2023) lalu.

Menurut Afif dukungan keamanan selama ini telah diterima KPU sepanjang tahapan pemilu dan dia berharap dukungan tersebut terus diberikan terutama untuk memastikan tahapan berjalan sebagaimana mestinya. KPU pun terbuka untuk menyampaikan informasi menyangkut potensi gangguan keamanan yang mungkin terjadi di tahapan pemilu.

“Sebenarnya pemilu ini kalau KPU nya enggak siap, enggak jadi. Ya tentu harus dibantu pak polisi, kalau polisi enggak siap menjaga keamanan, enggak siap juga kita,” kata Afif.

Afif pun menyampaikan beberapa informasi terkait potensi kerawanan pemilu yang mungkin terjadi ke depan. Salah satunya potensi munculnya sengketa pasca penetapan Daftar Calon Tetap (DCT).

Selain itu kerawanan lain, beririsannya tahapan pemilu dan pemilihan kepala daerah serta berakhirnya masa jabatan penyelenggara pemilu dibeberapa provinsi dan kabupaten/kota.

Sebelumnya, pihak Badan Pengawas Pemilihan Umum - Bawaslu juga telah melakukan pemetaan kerawanan pemilu 2024 dengan meluncurkan indeks kerawanan Pemilu 2024 dengan isu strategis kampanye di media sosial (medsos).

Anggota Bawaslu Lolly Suhenty menyebutkan hasil analisis potensi kerawanan kampanye melalui medsos bermuatan ujaran kebencian mendominasi di tingkat provinsi dengan presentasi 50 persen.

Dia melanjutkan, potensi kerawanan kedua, yakni kampanye bermuatan hoaks atau berita bohong sebanyak 30 persen dan kerawanan ketiga yakni kampanye bermuatan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) sebanyak 20 persen.

"Artinya potensi kerawanan kampanye di medsos yang bermuatan ujaran kebencian mendominasi di tingkat provinsi," katanya saat acara Peluncuran Pementaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024: Isu Strategis Kampanye di Media Sosial yang berlangsung di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/10/2023).

Berbeda dengan potensi kerawanan di tingkat provinsi, Lolly menambahkan, untuk tingkat kabupaten/kota kampanye bermuatan hoaks atau berita bohong menjadi indikator potensi terbesar. "Disusul kampanye bermuatan ujaran kebencian sebanyak 33 persen dan kampanye bermuatan SARA sebesar 27 persen. Ada perbedaan di level provinsi dan kabupaten kota," ujarnya.

Perlu diketahui, dalam pemetaan kerawanan Pemilu 2024 dengan isu strategis kampanye medsos, provinsi tertinggi ditempati DKI Jakarta, Maluku Utara, Bangka Belitung, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, dan Gorontalo. Sedangkan di kerawanan tinggi untuk tingkat kabupaten/kota yakni Kabupaten Fakfak, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Malaka, Kota Jakarta Timur, Kabupaten Purworejo, kabupaten Jaya Wijaya, Kabupaten Yapen, kabupaten Lombok Timur, Kabuapten Sekadau, Kabupaten Halmahera Tengah.

Lalu, kabupaten Pasangkayu, Kabupaten Alor, kabupaten Majalengka, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Agam, Kabupaten Bangka, Kabupaten bangka Selatan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Kendal, Kota Balikpapan, Kota Bogor, dan Kota Parepare.

Sementara itu, provinsi paling rawan isu kampanye medsos berdasarkan agregasi kabupaten kota yakni, Papua Selatan, Papua Barat Daya, DKI Jakarta, Kepualauan bangka Belitung, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, kalimantan Barat, Maluku Utara, Jwa Tengah, Kepualauan Riau, Jawa Barat, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur.

"Jadi, tidak boleh jajaran pengawas pemilu di 15 provinsi rawan tinggi ini gaptek (gagap teknologi). Bagaimana melakukan upaya mencegah kalau jajarannya gaptek," tegasnya.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menjelaskan indeks kerawanan pemilu ini sebagai mitigasi dan deteksi dini potensi kerawanan dalam pemilu atau pemilihan. Untuk kampanye di medsos, kata dia, belajar dari pengalaman Pemilu 2019 hoaks dan maraknya kampanye hitam, sehingga membuat pemilu menjadi tegang.

"Kampanye di medsos dialami oleh Bapak/Ibu semua mengenai maraknya hoaks dan 'black campaign'. Itu membuat ketegangan yang tidak perlu dalam proses pemilu. Hal inilah yang menjadi dasar (diluncurkannya) indeks kerawanan Pemilu 2024 ini," tutur dia.

***



Follow Google News SPEAK.co.id, dapatkan update berita terbaru!


Read more:

Kapan Pengumuman Resmi Hasil Pilpres dan Pileg Pemilu 2024? Simak Jadwal dan Tahapannya!

6 Lembaga Survei Lansir Hasil Quick Count Pilpres 2024 Paslon Siapa Yang Unggul?

KPU Resmi Tetapkan Nomer Urut 1 AMIEN, 2 Prabowo-Gibran 3 Ganjar-Mahfud

Jelang Penetapan CAPRES CAWAPRES Keamanan Di KPU di Perketat

Silahturahmi Presiden Joko Widodo Dengan 3 Capres

HOMEDEC - 3-6 OKT 2024