Di tengah gemerlap dunia musik tanah air, konflik hukum kembali menyapa. Pencipta lagu, Yoni Dores, resmi mengajukan laporan kepolisian terhadap penyanyi dangdut populer, Lesti Kejora, ke Polda Metro Jaya. Laporan tersebut mengangkat dugaan pelanggaran hak cipta yang mengiringi sejumlah lagu yang diklaim sebagai karya orisinil Yoni.
Dalam gugatan yang disampaikan, Yoni tidak datang dengan tangan kosong. Ia membawa serta bukti-bukti yang dianggap sebagai pondasi kuat atas klaimnya. Di antara bukti tersebut terdapat sebuah flashdisk berisi materi asli lagu-lagu, surat pernyataan resmi dari penerbit lagu (publisher), dan salinan digital dari cover lagu-lagu yang dinyanyikan Lesti.
“Ada 1 buah flashdisk, kemudian ada sebuah pernyataan dari publisher dan print out cover lagu,” ujar Kombes Pol Ade Ary, Kabid Humas Polda Metro Jaya, saat memberikan keterangan pers pada Selasa (20/5/2025).
Dari informasi yang diterima oleh pihak kepolisian, Yoni Dores menegaskan bahwa Lesti Kejora telah membawakan lagu ciptaannya sejak tahun 2018 tanpa izin resmi. Jika diumpamakan, ini seperti menanam benih di ladang orang lain tanpa seizin pemilik tanah.
“Korban adalah pemilik hak cipta atas beberapa lagu berdasarkan surat pernyataan publisher, yang dikeluarkan oleh sebuah PT ASKM kemudian kejadian berawal dari tahun 2018 sampai sekarang,” terang Kombes Pol Ade Ary.
Lebih jauh, Yoni menuding bahwa lagu-lagu tersebut kemudian diunggah ke berbagai platform digital tanpa sepengetahuan maupun izin darinya. Laksana sebuah lukisan yang dipamerkan tanpa seizin sang pelukis, karya musiknya pun tersebar luas tanpa restu.
“Terlapor meng-cover beberapa lagu milik korban dan di-upload ke beberapa media online YouTube tanpa sepengetahuan dan seizin korban,” tambah Kombes Pol Ade Ary.
Atas dugaan pelanggaran ini, Lesti Kejora menghadapi risiko hukum sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia. Ancaman hukuman yang membayangi dapat mencapai pidana penjara hingga empat tahun dan/atau denda sebesar satu miliar rupiah.
“Pasal 113 Juncto Pasal 9 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana maksimal 4 tahun dan atau dengan pidana paling banyak Rp 1 miliar,” pungkas Kombes Pol Ade Ary.
Kasus ini menjadi pengingat tajam bagi para pelaku industri musik bahwa menghargai karya intelektual adalah fondasi penting dalam berkarya. Sama halnya seperti sebuah bangunan, tanpa pondasi yang kokoh, segala sesuatu bisa runtuh di tengah jalan.