China dikenal sebagai salah satu negara dengan kebijakan moneter paling aktif dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Sepanjang periode krisis finansial dari 2008 hingga 2024, China tercatat memborong emas dalam jumlah besar, mencapai ratusan ton di tahun-tahun penuh gejolak.
Emas sebagai Pilar Ketahanan Ekonomi
Langkah China dalam mengakumulasi emas bukan tanpa alasan. Dalam perspektif ekonomi, emas merupakan aset yang relatif stabil dan tahan terhadap gejolak keuangan. Ketika nilai mata uang atau instrumen investasi lainnya mengalami depresiasi akibat krisis, emas tetap menjadi simbol kestabilan. Oleh karena itu, sebagai negara dengan cadangan devisa terbesar di dunia yang sebagian besar tersimpan dalam bentuk dolar AS, China menggunakan emas sebagai strategi diversifikasi guna mengurangi ketergantungan terhadap mata uang asing.
Selain itu, peningkatan cadangan emas juga bertujuan untuk memperkuat posisi China dalam tatanan ekonomi global yang semakin multipolar. Dalam sistem keuangan internasional, emas memiliki peran penting dalam menumbuhkan kepercayaan serta menjaga kestabilan ekonomi negara.
Jejak Pembelian Emas China di Tengah Krisis
Berdasarkan laporan World Gold Council (WGC), berikut adalah momentum penting di mana China mengakumulasi emas dalam jumlah besar:
1. Krisis Finansial Global 2008-2009
Pada 2009, China mencatatkan pembelian emas sebesar 454,1 ton. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap krisis finansial global yang bermula dari kegagalan sektor subprime mortgage di Amerika Serikat. Efek domino dari krisis ini menyebabkan perlambatan ekonomi di berbagai negara, termasuk China yang mengalami penurunan tajam dalam ekspor akibat merosotnya permintaan dunia.
2. Krisis Yunani 2015-2016
Setelah absen sejak 2009, China kembali memborong emas pada 2015 dan 2016 dengan total pembelian masing-masing 708,2 ton dan 80,2 ton. Saat itu, perhatian dunia tertuju pada kebangkrutan Yunani akibat kegagalan membayar utang sebesar 1,5 miliar euro kepada IMF. Dampak dari krisis ini turut dirasakan di pasar saham China, yang mencatatkan kerugian lebih dari US$3 triliun. Demi mengamankan kekayaan negara, China kembali mengandalkan emas sebagai bentuk mitigasi risiko.
3. Perang Dagang AS-China 2018-2019
Tahun 2018 menjadi babak baru dalam ketegangan ekonomi antara dua raksasa dunia, China dan Amerika Serikat. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, China membeli emas sebanyak 10 ton pada 2018 dan meningkat menjadi 95,8 ton pada 2019 sebagai langkah perlindungan terhadap volatilitas ekonomi akibat perang dagang.
4. Krisis Inflasi dan Geopolitik 2022-2024
Tahun 2022 yang seharusnya menjadi awal pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 justru ditandai oleh lonjakan inflasi, konflik geopolitik Rusia-Ukraina, serta kebijakan pengetatan moneter oleh bank sentral dunia. Situasi ini menyebabkan harga energi meroket, menekan daya beli masyarakat global, dan meningkatkan risiko resesi. Untuk menghadapi ketidakstabilan ini, China kembali mengakuisisi emas dengan jumlah besar: 62,2 ton pada 2022, 224,9 ton pada 2023, dan 44,2 ton pada 2024.
Masa Depan Kebijakan Emas China
Melihat pola historis, China kemungkinan akan terus menjadikan emas sebagai instrumen utama dalam strategi perlindungan ekonominya. Dengan meningkatnya ketegangan geopolitik serta fluktuasi ekonomi global, langkah-langkah yang diambil China menunjukkan bahwa emas tetap menjadi benteng pertahanan keuangan yang efektif dalam menghadapi ketidakpastian masa depan.