Dalam upaya melindungi masyarakat dari ancaman penyakit menular yang dapat dicegah melalui vaksinasi, pemerintah Indonesia terus berupaya memperkuat program imunisasi nasional. Salah satu langkah terbaru adalah memasukkan vaksinasi Japanese Encephalitis (JE) ke dalam daftar imunisasi rutin di daerah yang memiliki risiko tinggi terhadap penyakit ini.
Japanese Encephalitis (JE) merupakan pemicu utama peradangan otak akibat infeksi virus (ensefalitis virus) di berbagai belahan dunia, termasuk di Asia, yang menjadi pusat persebarannya. Penyakit ini menjadi tantangan besar bagi kesehatan masyarakat, khususnya di negara-negara yang termasuk dalam kawasan endemis. Menurut data yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap tahunnya diperkirakan terdapat sekitar 67.900 kasus baru yang tersebar di 24 negara Asia dan Oseania.
Mengacu pada laporan sehatnegeriku.kemkes.go.id pada Senin (24/3/2025), sepanjang tahun 2014 hingga Juli 2023, Indonesia mencatatkan sebanyak 145 kasus terkonfirmasi JE. Dari jumlah tersebut, 30 kasus dilaporkan terjadi di Provinsi Kalimantan Barat.
Tingkat fatalitas atau Case Fatality Rate (CFR) dari penyakit ini berkisar antara 20 hingga 30 persen. Bahkan, dari mereka yang berhasil bertahan hidup, sekitar 30 hingga 50 persen mengalami dampak kesehatan jangka panjang seperti kelumpuhan, kejang, gangguan perilaku, hingga kecacatan berat yang mempengaruhi kualitas hidup.
Penyakit ini marak ditemukan di berbagai wilayah Asia serta Pasifik Barat, termasuk di Indonesia. JE sendiri merupakan penyakit akibat infeksi virus yang menyerang otak dan menyebar melalui gigitan nyamuk Culex yang telah terinfeksi. Oleh karena itu, penyebaran penyakit ini menjadi isu kesehatan yang memerlukan perhatian serius.
Merujuk pada rekomendasi dari WHO dan Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI), vaksinasi tambahan massal JE difokuskan terlebih dahulu pada anak-anak berusia 9 bulan hingga kurang dari 15 tahun. Setelah tahap ini, imunisasi JE akan dimasukkan ke dalam program imunisasi rutin untuk bayi berusia 10 bulan.
Keberhasilan penanganan pandemi COVID-19 sebelumnya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dalam menghadapi tantangan kesehatan masyarakat. Kolaborasi lintas sektor dan program yang telah terbukti efektif dalam menangani wabah diharapkan dapat kembali diterapkan dalam pelaksanaan imunisasi JE guna memastikan cakupan vaksinasi yang optimal.
Berdasarkan data WHO, lebih dari 3 miliar orang di dunia masih berisiko terkena infeksi virus JE. Hingga kini, belum ditemukan pengobatan yang mampu menyembuhkan penyakit ini sepenuhnya.
Sebagai langkah pencegahan yang aman, efektif, dan ekonomis, WHO menekankan pentingnya imunisasi sebagai strategi utama untuk melindungi anak-anak dari ancaman penyakit berbahaya ini. Dengan adanya program imunisasi yang berkelanjutan, diharapkan angka kejadian JE dapat ditekan dan dampak buruknya terhadap kesehatan masyarakat dapat diminimalisir.