Menelusuri Jejak Zaman Es, Ada Siklus Alam dan Campur Tangan Manusia

Rohmat

Para ilmuwan telah lama mengungkap misteri pergantian zaman es dan periode hangat yang terjadi sepanjang sejarah planet kita.

Fenomena ini bukan sekadar kejadian acak, melainkan hasil dari dinamika kosmis yang telah berlangsung selama jutaan tahun.

Siklus yang melibatkan periode glasial dan interglasial ini dipengaruhi oleh faktor astronomis, seperti variasi bentuk orbit bumi, kemiringan sumbu rotasi, serta pergeseran orientasi sumbu tersebut terhadap bintang-bintang.

Ketiga faktor ini dikenal sebagai siklus Milankovitch, yang berperan sebagai “pengendali waktu” bagi perubahan iklim jangka panjang di bumi.

Selama satu juta tahun terakhir, planet kita mengalami pergantian antara zaman es dan periode lebih hangat dalam rentang waktu puluhan hingga ratusan ribu tahun.

Saat ini, bumi sedang berada dalam fase interglasial yang dikenal sebagai Holosen, yang dimulai sekitar 10.000 tahun lalu.

Sebagaimana dilaporkan oleh IFL Science, periode ini membawa kestabilan iklim yang memungkinkan manusia membangun peradaban maju, termasuk dalam bidang pertanian, teknologi, dan struktur sosial yang kompleks.

Jika merujuk pada proyeksi perubahan intensitas radiasi matahari yang mencapai bumi, para ahli memperkirakan bahwa fase interglasial ini masih akan bertahan dalam rentang 30.000 hingga 50.000 tahun ke depan.

Namun, peran manusia dalam mengubah komposisi atmosfer telah menjadi variabel baru dalam persamaan perubahan iklim.

Emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO₂), metana (CH₄), dan dinitrogen oksida (N₂O), memperkuat efek rumah kaca dengan menjebak panas di atmosfer.

Sebelum era industri, kadar CO₂ di udara berada pada kisaran 180-280 ppm selama 800.000 tahun. Namun, dalam satu abad terakhir, angka ini melonjak drastis hingga mencapai 416 ppm pada tahun 2022 dan terus meningkat hingga saat ini.

Kenaikan signifikan ini dipicu oleh aktivitas manusia, termasuk pembakaran bahan bakar fosil, penggundulan hutan, serta alih fungsi lahan yang mengurangi kemampuan bumi dalam menyerap karbon.

Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun alam memiliki ritme dan siklusnya sendiri, manusia kini menjadi aktor yang mempercepat perubahan iklim secara signifikan.

Peradaban yang dulunya berkembang berkat kestabilan Holosen kini menghadapi tantangan baru yang dapat mengubah jalannya sejarah planet ini.

Also Read

Tags

Leave a Comment