Saat memasuki bulan suci Ramadan, kebiasaan berbelanja makanan dalam jumlah besar menjelang waktu berbuka puasa kerap terjadi. Fenomena ini dikenal dengan istilah overbuying, yang merujuk pada perilaku membeli makanan secara berlebihan hingga melampaui kebutuhan. Psikolog dari Universitas Katolik Soegijapranata, Endang Widyorini, dalam perbincangan bersama Pro3 RRI pada Selasa (11/3/2025), mengungkapkan bahwa kebiasaan ini dipengaruhi oleh faktor psikologis.
Menurut Endang, dorongan untuk membeli banyak jenis makanan sering kali berlandaskan pada kesenangan sesaat. “Biasanya, seseorang merasa senang saat membeli berbagai macam makanan, yang terkadang tidak dimakan,” ujarnya. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan berbelanja bukan hanya soal memenuhi kebutuhan gizi, tetapi juga terkait dengan aspek emosional.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa inti dari puasa bukan hanya menahan rasa lapar dan haus, tetapi juga belajar mengontrol diri. “Buka puasa sebaiknya dilakukan secukupnya, karena banyak orang di luar sana yang tidak memiliki kesempatan itu,” tambahnya. Kesadaran akan kondisi orang lain yang kurang beruntung dapat membantu seseorang menahan godaan untuk membeli makanan secara berlebihan.
Salah satu solusi yang disarankan Endang untuk mengatasi perilaku ini adalah dengan berbagi kepada sesama. “Jika makanan lebih banyak, lebih baik diberikan kepada orang yang membutuhkan,” katanya. Dengan begitu, kelebihan makanan tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga bagi mereka yang benar-benar membutuhkan.
Selain itu, ia juga mengingatkan pentingnya pengendalian diri dalam mengatur pola konsumsi selama Ramadan. Puasa seharusnya menjadi momen untuk melatih kedisiplinan, bukan sekadar jeda makan yang kemudian diikuti dengan konsumsi berlebihan. “Menjaga pola makan yang sehat sangat penting untuk tubuh yang fit. Kalau saya pribadi lebih memilih untuk tidak mengonsumsi makanan manis secara berlebihan dan fokus pada konsumsi sehat,” ungkapnya.
Di akhir perbincangan, Endang mengajak masyarakat untuk menjadikan Ramadan sebagai waktu refleksi dan kepedulian sosial. Ia menyoroti bahwa masih banyak orang yang hidup dalam keterbatasan, sehingga berbagi makanan bisa menjadi bentuk nyata dari rasa syukur. “Bulan puasa adalah waktu refleksi diri dan berbagi dengan sesama,” tegasnya.
Dengan memahami esensi Ramadan yang sejati, masyarakat diharapkan dapat lebih bijak dalam berbelanja, mengutamakan kebutuhan dibandingkan keinginan, serta meningkatkan semangat berbagi kepada mereka yang kurang beruntung.