Ketakutan akan kehilangan momen berharga atau tren terbaru—yang sering disebut Fear of Missing Out (FOMO)—kian menjadi momok bagi generasi muda, khususnya mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Generasi yang kerap disebut Gen Z ini memiliki keterikatan erat dengan dunia digital, menjadikan mereka lebih rentan terhadap fenomena ini.
Kecemasan akan tertinggal dalam berbagai aspek kehidupan bersumber dari persepsi bahwa orang lain menjalani kehidupan yang lebih menyenangkan dan bermakna. Perasaan ini tak jarang muncul akibat derasnya arus informasi yang disajikan di dunia maya.
Dikutip dari situs resmi Kemenkeu dalam artikel DJKN, salah satu faktor utama yang memicu FOMO adalah media sosial. Kemajuan teknologi memungkinkan akses cepat terhadap berbagai informasi dari beragam sumber, termasuk platform populer seperti Instagram dan TikTok.
Kedua aplikasi ini memiliki fitur yang memungkinkan penggunanya terus memperbarui unggahan mereka, mulai dari foto hingga video pendek. Fitur seperti Instagram Story dan For You Page (FYP) menjadikan pengguna terus-menerus terpapar kehidupan orang lain, yang sering kali tampak lebih menarik. Akibatnya, banyak pemirsa yang mengalami kecemasan dan membandingkan kehidupannya dengan orang lain yang mereka lihat di media sosial.
Sebuah penelitian yang diterbitkan oleh jurnal California Baptist University (2024) mengungkap bahwa tingkat FOMO pada Gen Z jauh lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka tidak hanya khawatir melewatkan pertemuan sosial, tetapi juga takut tertinggal dalam tren fesyen, perjalanan wisata, hingga pencapaian finansial.
Selain itu, paparan informasi yang berlebihan juga menyebabkan kelelahan digital di kalangan Gen Z. Keterkaitan erat antara FOMO, kebiasaan phubbing (mengabaikan sekitar demi ponsel), dan meningkatnya kecemasan sosial menjadi permasalahan yang kian nyata.
Hidup di era digital yang didominasi oleh influencer serta tren yang berubah dengan sangat cepat membuat Gen Z berusaha keras untuk tetap relevan. Namun, tekanan ini justru meningkatkan tingkat materialisme serta ketergantungan mereka terhadap media sosial.
Berdasarkan survei yang dipublikasikan di website Statista tahun 2023, sebanyak 60% dari pembeli Gen Z mengenal produk atau merek baru melalui media sosial. Dari jumlah tersebut, 45% mendapat referensi produk dari influencer, sementara 32% langsung melakukan pembelian setelah melihat promosi tersebut. Dengan kata lain, hampir separuh dari produk yang mereka lihat di media sosial akhirnya dibeli.
Fenomena FOMO di kalangan Gen Z tidak hanya sebatas ketakutan untuk melewatkan suatu acara sosial, tetapi juga berimbas pada tekanan psikologis dan beban finansial akibat eksposur berlebihan terhadap kehidupan orang lain di media sosial.
Kendati demikian, banyak dari generasi ini mulai menyadari pentingnya menjaga keseimbangan dalam hidup. Beberapa di antaranya memilih untuk melakukan digital detox dan menerapkan mindful spending guna menghindari jebakan FOMO yang berkelanjutan.