Epidemi Mengancam Ethiopia: Malaria dan Kolera Renggut Puluhan Nyawa

Rohmat

Wabah penyakit menular kembali menghantui Ethiopia, dengan jumlah korban jiwa akibat malaria dan kolera yang terus meningkat sepanjang tahun ini. Hingga Februari, negara di Tanduk Afrika tersebut telah mencatat setidaknya 59 kematian akibat kedua penyakit tersebut.

Lonjakan Kasus Malaria dan Kolera

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa Ethiopia mencatat 909.146 kasus malaria, dengan jumlah korban meninggal mencapai 34 jiwa. Penyakit ini telah menyebar luas, menjangkiti 1.173 distrik di seluruh penjuru negeri. Sementara itu, kasus kolera juga tidak kalah mengkhawatirkan. Tercatat 857 orang terinfeksi dengan 25 kematian yang dilaporkan di wilayah Gambella dan Amhara. Dengan tingkat kematian kasus mencapai 2,92 persen, kolera masih aktif menyebar di 16 distrik yang terdampak.

Tantangan dalam Penanggulangan Wabah

Beberapa faktor menghambat upaya pengendalian kolera di Ethiopia. Keterbatasan pasokan air bersih, kurangnya fasilitas sanitasi, serta minimnya perlengkapan kebersihan menjadi kendala utama dalam upaya pencegahan. Baik fasilitas kesehatan maupun masyarakat umum di daerah terdampak kesulitan mendapatkan kebutuhan dasar untuk menjaga kebersihan dan kesehatan, yang berujung pada semakin sulitnya menghentikan laju penyebaran penyakit.

Situasi kesehatan masyarakat semakin diperparah oleh konflik yang berkecamuk di berbagai wilayah Ethiopia. Ratusan ribu warga yang membutuhkan pertolongan medis masih terjebak di daerah yang sulit dijangkau akibat konflik berkepanjangan. Selain itu, gempa bumi yang baru-baru ini mengguncang beberapa wilayah semakin memperburuk kondisi kesehatan masyarakat.

Upaya Penanggulangan dan Dampak Lebih Luas di Afrika

Sejak wabah kolera merebak pada Agustus 2022, Ethiopia telah berusaha meredam penyebarannya dengan melakukan vaksinasi massal. Lebih dari 10 juta orang telah menerima vaksin kolera oral sebagai bagian dari kampanye nasional untuk meminimalisir dampak penyakit ini.

Namun, Ethiopia bukan satu-satunya negara yang menghadapi krisis kesehatan ini. Menurut UNICEF, lebih dari 178.000 kasus kolera telah dikonfirmasi di 16 negara di Afrika Timur dan Selatan dari Januari 2024 hingga Maret 2025. Dengan akses terbatas terhadap air bersih, sanitasi yang buruk, dan layanan kesehatan yang tidak memadai, jumlah korban jiwa akibat wabah ini telah mencapai sekitar 2.900 orang, banyak di antaranya adalah anak-anak.

“Kita membutuhkan komitmen berkelanjutan dari pemerintah, sektor swasta, dan individu yang meyakini bahwa setiap anak berhak memiliki masa depan,” ujar Direktur Regional UNICEF untuk Afrika Timur dan Selatan, Etleva Kadilli.

Sudan Selatan dan Angola menjadi dua negara yang paling terdampak oleh epidemi kolera. Di Sudan Selatan, lebih dari 40.000 kasus dilaporkan sejak 28 September 2024 hingga 18 Maret 2025, dengan 694 kematian—menjadikannya wabah terburuk dalam dua dekade terakhir. Sementara itu, Angola telah mencatat lebih dari 7.500 kasus dan 294 kematian di 14 provinsi antara 7 Januari hingga 18 Maret, dengan potensi eskalasi lebih lanjut.

Krisis kesehatan ini menunjukkan betapa gentingnya kebutuhan akan respons cepat dan terkoordinasi dalam menangani epidemi. Upaya mitigasi yang lebih kuat diperlukan untuk melindungi jutaan jiwa dari ancaman penyakit mematikan ini.

Also Read

Tags

Leave a Comment